Monday 5 August 2013

AKUPUN MENEMUKAN KEBAHAGIAAN ITU

Rani, adalah seekor kijang yang malang. Kehidupan malang itu terjadi sejak sebuah kejadian yang mengecewakan. Kemalangannya menyebabkan dia menjadi istri yang sulit melihat kebaikan suaminya. Rani tidak lagi bisa berterima kasih, yang tampak hanya buruk dan buruk. Akibatnya setiap mengingat suaminya kijang cantik ini sangat kecewa, wajahnya jadi suram, tutur katanya buruk, dan sedikit rasa syukur.

Sang suami pun menjadi tidak betah di rumah. Melihat suaminya seperti itu, si Rani makin marah dalam hatinya. Kemarahan hatinya pun terbaca oleh suaminya dan suaminya makin tidak betah lagi. Begitu terus berputar-putar dan tidak ada penyelesaian. Hidup rasanya hanya menjalani masalah dan masalah, sulit sekali mengucapkan syukur atas pasangannya masing-masing.

Dalam menjalani hidup yang berat itu sering kali Rani datang kepada seekor Kijang pintar, yang memegang ilmu kehidupan untuk meminta nasihat tentang suaminya. Dalam kedatangannya yang ke sekian itu terjadilah dialog antara Rani dan kijang guru.

Rani: "Wahai Guru, apa yang harus saya lakukan agar suamiku mencintaiku lagi?"

Guru: "ini adalah yang ke sepuluh dari pertanyaan yang sama yang telah kau tanyakan anakku. Nasihatku sudah habis, karena itu sekarang datanglah kepada sebuah keluarga bahagia, belajarlah ilmu hikmah di sana."

Rani: "Siapa keluarga bahagia itu Guru, dan di mana tinggalnya?"

Guru: "Datanglah kepada keluarga Rio dan Riri, keluarga kijang yang tinggal di dusun hutan utara."

Rani: "Baiklah Guru, aku akan segera mencarinya."

Guru: "Hati-hati di jalan nak, di sana banyak Harimau."

Dalam tekad yang sangat kuat, demi mendapatkan kembali kebahagiaannya Rani menuju ke hutan utara. Akhirnya ditemukan juga sebuah rumah yang sudah agak tua di dusun hutan utara. Dilihatnya rumah itu biasa2 saja, seperti kebanyakan keluarga lainnya, tidak ada yang istimewa. Di sana terlihat ada seekor kijang setengah baya, tidak jauh usianya dari dirinya. "Mungkin itu si Riri" gumamnya.

Di lihatnya Riri sendirian Rani pun langsung menyapa,
Rani: "Assalamu 'alaikum. Apakah ini rumah keluarga kijang Rio dan Riri?"

Riri: "Wa 'alaikum salam wahai kijang asing, benar akulah Riri, suamiku sedang pergi. Tampak baru dari perjalan jauh ya?"

Rani: "Iya, aku dari tepian hutan selatan jauh-jauh kemari untuk menemuimu wahai Riri. Atas nasihat guruku aku ingin belajar ilmu hikmah darimu".

Riri: Menemuiku? Ilmu hikmah? Hikmah apa?

Rani: "Guruku bilang, keluarga Rio dan Riri adalah keluarga yang bahagia. Akupun melihat sendiri, wajahmu yang bersinar, kata2mu yang lembut, senyummu tulus tampak sekali kalau kamu adalah kijang yang berbagahia. Meskipun usiamu sudah setengah baya namun kecantikanmu masih memancar. Apa kamu,, atau apa kalian tidak punya masalah? Aku kemari untuk belajar padamu karena hidupku sangat berat penuh dengan masalah"

Riri: "Oooh teman baruku Rani, kamu berlebihan deh. Aku bukanlah kijang yang istimewa."

Rani: "Tetapi aku melihat sendiri sekarang, keindahan hatimupun sudah mulai masuk menular kedalam hatiku. Jadi benarkah? Apakah kamu tidak punya masalah dalam hidupmu?

Riri: "Wahai Rani, tidak seekor kijang pun di dunia ini yang tidak memiliki masalah. Semua kijang dan semua keluarga punya masalah. Masalah ini oleh Allah dihadirkan kepada kita bukan untuk menyengsarakan kita. Jika itupun terjadi, sesungguhnya kita sendirilah yang membuat diri kita sengsara. Masalah itu dihadirkan agar kita menjadi semakin dewasa dan semakin mulia."

Rani pun mulai tertegun mendengar ucapan yang aneh itu. Pembicaraan terhenti sejenak, Riri merasakan teman barunya begitu serius memperhatikannya.

"Baiklah aku lanjutkan ya, dua puluh tahun yang lalu aku adalah seekor kijang yang sangat bahagia. Kijang cantik bernama Riri itu dipersunting oleh seekor kijang gagah bernama Rio. Mereka membangun keluarga dengan harmonis, dengan penuh cinta dan harapan. Kami sering berbagi harapan dan cita-cita. Hidup ini terasa sangat manis dan indah bersama Rio."

"Waktu terus berlalu dan kamipun sibuk dengan rutinitas sehari-hari. Dan rutinitas itu membuat kami lupa dengan Cinta kami berdua. Masing-masing hidup dengan kesibukannya dan cinta kami sudah jarang saling menyapa. Hubungan keluarga kami yang hambar itu terus menjadi keseharian, dan sudah menjadi  biasa saja tanpa rasa bersalah. Bahkan ketika suamiku digoda kijang perempuan pun aku juga tidak khawatir. Akupun juga sudah lupa bagaimana bersolek dan tampil cantik di depan suami"

Riri menghela nafas lagi, "Suatu ketika, sungguh tidak pernah aku duga, tiba-tiba aku mendengar berita yang tidak bisa aku percaya, berita itu benar2 membuat hati aku hancur". Riri terus melanjutkan kisahnya yang menyedihkan. 


Dia berhenti sejenak menhela nafas, mulai tampak mendung di wajah Riri.
Rani: "Jadi kamu punya masalah sebesar itu juga ya?"
Riri hanya mengangguk, air matanya mulai meleleh.

"Mendengar berita itu Aku rasanya seperti disambar petir. Pingsan dan terkulai lemas, namun ketika siuman petir itu datang lagi dan menyambarku lagi, kali ini aku berusaha bertahan dengan meronta-ronta menabrak kiri dan kanan, dan kepalaku terbentur sebuah pohon dan pingsan lagi. Dan ketika siuman petir itu datang lagi, begitulah sakitnya hatiku".

Air mata Riri tampak semakin deras. Dan anehnya ketika menangispun tidak tampak hati marah di wajahnya. Kesedihan dan tangisannya justru membuat ia tampak cantik dan makin menampilkan sosok kewanitaannya. Akupun tidak tega melihatnya, dan kupegang pundaknya sambil aku berkata, "Aku paham Riri, lalu apa yang terjadi pada Rio melihat kamu seperti itu?".

"Rio tampak sangat sedih melihatku, dia seperti merasa sangat bersalah. Dia memang laki2 yang keras, tetapi kali ini dia tampak benar-benar lemah. Dia tampak bingung harus berbuat apa. Tetapi dia terus menyendiri dan menghindari aku. Aku semakin hancur, dan saat itupun aku berpikir, apakah dia sudah tidak mencintai aku lagi?"

"Aku menjalani kesedihan itu bertahun- tahun. Selama itu aku berada dalam kegelapan, saat itu aku bukanlah istri yang sholihah, berbuat baikpun aku sudah lupa. Hingga suatu ketika aku menemukan seorang guru kehidupan, dia mengajarkan kepadaku bagaimana memperoleh kebahagiaan."

Riri mulai tersenyum, "Begini kata guruku, di dalam hidup ini Tuhan selalu menyediakan ujian buat kita, ujian itu bisa tampil sebagai sesuatu yang menyenangkan, dan juga bisa tampil sebagai sesuatu yang menyedihkan. Nah tergantung kamu menyikapinya, kamu bisa menyikapi dengan bijaksana atau dengan mengikuti nasihat syetan. Jika kamu memilih sikap bijaksana kamu akan mendapatkan kebahagiaanmu, dan jika memilih sebaliknya kamu akan mendapatkan hidupmu sengsara. Hidup ini adalah pilihan, dan kamu bebas memilih jalan yang kau mau. Begitulah nasihat guruku yang pendek namun sangat dalam."

Riri mulai menampilkan kembali sinar yang berseri-seri di wajahnya, dan dia melanjutkan ceritanya "Berbekal ilmu hikmah dari guruku itu aku belajar lagi". Dia memegangku, "Rani,," dengan senyum yang sangat indah dia berjalan kesana kemari seperti seekor kijang guru kehidupan yang bijaksana, namun tetaplah tampak kecantikannya. Tampak dia sedang mengenang sikap-sikapnya yang tepat sehingga tidak salah jalan.

"Rani, aku memilih sikap yang bijaksana", semakin tampak keanggunan hati Riri. "Tidak ada gunanya aku hidup terus seperti itu, hidup dalam kesedihan yang tak berkesudahan. Toh dengan begitu tidak mengubah keadaan, bahkan hubungan kami semakin buruk. Sejak saat itu akulah yang menetapkan sikapku, akulah yang memilihkan jalan untuk hidupku sendiri. Akulah yang memutuskan apakah aku memilih bahagia atau sengsara. Dan aku memilih bahagia".

Riri berjalan mendekatiku, "Riri Aku belajar setiap hari, aku menerima hidupku sebagai sebuah karunia. Kesehatanku adalah karunia maka harus kujaga. Kecantikanku adalah karunia maka harus aku rawat, hatiku adalah karunia maka harus terus aku hias dengan prasangka baik dan penuh syukur. Rumahku adalah karunia maka harus aku bersihkan dan rapikan, anak2ku adalah karunia maka aku harus menyayangi mereka. Suamiku adalah karunia dan aku menerima dia apa adanya, ya, apa adanya. Semua yang ada padaku aku syukuri sebagai sebuah karunia".

"Sejak itu aku semakin kaya, persisnya kaya hati. Tahukah kamu Rani, aku juga tidak mengerti, justru sejak saat itu hidupku berbalik. Aku merasa semakin cantik, rumahku bersih dan nyaman, anak-anaku semakin menyayangiku, dan anehnya juga suamiku makin cinta padaku, dia makin mesra dan betah sekali tinggal di rumah bersamaku. Aku bersyukur dengan semua karunia Tuhanku. Begitulah Rani, aku menemukan kebahagiaanku ketika aku memutuskan untuk menjadi bahagia. Dan aku fokus dengan semua karunia yang diberikan Allah untukku, aku syukuri semua itu dan kebahagiaan menjemputku."

Tidak terasa Ranipun meneteskan air mata. Dia tidak tahan dan ingin memeluk Riri yang telah menginspirasinya. Riripun tahu dan dipeluklah Rani erat-erat sambil berbisik kepada Rani "Kamu juga pasti bisa kijang cantik". Rani merasa hatinya seperti disiram air salju, sangat damai. Belum pernah dia merasakan sedamai itu. Dipandanginya wajah Riri dengan penuh rasa kagum, dan mereka kembali berpelukan.

No comments:

Post a Comment