Allah telah memberi isyarat dalam AlQuran ”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka sendiri yang mengubah keadaan mereka”. Kalau kita ingin merubah keadaan menjadi jauh lebih baik maka tetapkanlah cita-cita yang lebih besar. Buatlah sebuah gambaran yang anda inginkan. Ingin menjadi seperti apa, mempunyai apa, berapa banyak. Anda akan hidup dengan siapa, di mana. Dalam komunitas siapa dan seberapa penting komunitas itu dalam percaturan dunia, dan apa peran anda di sana. Tentukan itu semua, dan itulah yang disebut cita-cita.
Contoh: Mungkin kita ingin memiliki rumah yang bagus, besar dan pekarangan yang luas dengan kolam renang, serta 4 mobil mewah di dalam garasi. Ingin memiliki Istri yang cantik, anak-anak yang pandai dan berpendidikan tinggi. Aku akan bergaul dengan wali kota dan gubernur, serta para pengusaha kelas atas. Setiap minggu selalu ada undangan dari papan atas. Hotel, restoran dan kafe adalah tempat dimana saya bertemu mereka. Uangku banyak, setiap bulan bisa tamasya ke berbagai tempat wisata terkenal di Indonesia, bahkan di dunia. Itulah salah satu gambaran kondisi ideal yang jauh lebih baik dari kehidupan kita hari ini. Anda suka?
Akan tetapi di sisi lain, ummat Islam sering dihadapkan pada suasana hati yang tidak nyaman ketika membuat motif kesuksesan seperti itu. Dia katakan itu motif yang salah, orientasinya duniawi. Mereka jadi ragu, bahkan tidak berani. Takut menjadi hedonis, hubbud-dunya, cinta harta dan lupa mati, serakah, dan sombong. Karena itu lebih baik seperti sekarang saja, lebih aman. Terhindar dari sifat-sifat yang membawa ke Neraka. Hidup seperti sekarang sudah cukup. Mau apa lagi, mungkin saya hanya perlu kebiasaan disiplin menabung, membeli mobil bekas, membuat rumah sederhana, itu sudah cukup bagiku. Kalau kemudian saya diminta membuat cita-cita yang jauh lebih besar, misalnya ”Saya ingin punya penghasilan 20 juta sebulan”. Saya menjadi ragu, pertama apa mungkin....., kedua untuk apa....... Belum tentu menjadi lebih baik, bisa-bisa malah jadi takabbur. Segini juga sudah saya syukuri.
Begitukah?
Jawabannya Iya, jika kita egois. Artinya, ketika kita punya harta, lalu harta itu untuk keperluan sendiri.
Kalau demikian memang memiliki harta sedikit mungkin lebih aman dari pada memiliki harta banyak. Keadaan inilah yang sering membuat kita umat Islam sulit dan takut membuat cita-cita besar, karena itu perlu motif yang benar. Motifnya haruslah berupa kebutuhan yang lebih besar untuk misi hidup yang lebih besar. Misinya bukan hanya untuk keperluan sendiri tapi juga untuk orang lain yang lebih luas. Untuk ummat. Kalau kita tidak ingin menjadi siapa2, tidak ingin punya manfaat lebih besar bagi sesama, maka kita cukup menjadi diri kita seperti hari ini. Namun kalau kita ingin bermanfaat lebih banyak bagi umat manusia, kita harus punya cita-cita besar.
Berkaitan dengan hal itu, saya ingin menyampaikan contoh-contoh kepada anda dengan pertanyaan-pertanyaan. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini tanpa melihat siapa diri anda sekarang. Cukup jawab mau atau tidak mau.
Maukah anda seandainya ditawari menjadi seorang pengusaha yang kaya raya. Yang dengan kekayaan itu anda mejadi mulia. Dengan harta itu anda tidak menjadi kikir tapi bahkan menjadi dermawan, dan rendah hati tidak takabbur. Perusahaan anda bisa memberi pekerjaan dan mencukupi nafkah kepada ribuan orang. Dan dengan kekayaan yang melimpah itu menyebabkan anda masuk surga. Maukah anda menjadi pengusaha yang demikian?
Maukah anda seandainya ditawari untuk menjadi Bupati di suatu kota atau Gubernur di suatu Propinsi atau bahkan Presiden di negeri ini. Ketika anda menjabat, anda bisa memimpin dengan adil dan membuat seluruh rakyat makmur dan bahagia dengan penuh limpahan rahmat dan kemuliaan dari Allah. Dan dengan jabatanmu itu lalu bisa mengajak mereka takwa kepada Allah. Dan dengan jabatan itu menyebabkan anda masuk surga. Maukah anda menjadi pemimpin yang demikian?
Maukah anda seandainya ditawari menjadi seorang ilmuwan besar, sangat besar. Yang dengan ilmu itu bisa memberi solusi dan manfaat di lingkungan anda atau memberi manfaat di kota anda, atau memberi manfaat di negeri anda, bahkan hingga meluber ke negeri lain. Ilmu tersebut diberkahi Allah dan dengannya anda bisa mencapai surga. Maukah anda menjadi ilmuwan yang seperti itu?
Maukah anda seandainya ditawari menjadi salah satu dari ketiga jenis orang di atas. Kemudian bersama-sama dengan orang-orang hebat lainnya mengambil peran dan andil besar dalam mengangkat harkat dan martabat umat Islam yang sekarang sedang terpuruk, serta sedang menjadi ejekan di mata Internasional, seperti sekarang ini. Dan dengan peran anda itu menyebabkan anda bisa masuk surga. Maukah anda menjadi orang yang seperti itu?
Kempat pertanyaan di atas adalah contoh umpan yang harus di jawab, tentu saja masih sangat banyak contoh lainnya. Jika anda menjawab salah satu atau lebih dari keempat pertanyaan itu dengan jawaban ”Mau”, insya Allah anda telah bisa membuat cita-cita besar. Mintalah kepada Allah untuk menjadi seperti itu, atau sejenisnya, terlepas dari siapapun anda sekarang. Jika anda tidak yakin karena belenggu realita saat ini maka turunkan kelasnya. Jika tidak berani bercita-cita menjadi Presiden, bercita-citalah menjadi Gubernur, atau Bupati, atau Camat atau lainnya yang sejenis. Yang penting jauh lebih tinggi dari kondisi saat ini, demi misi anda yang besar. Jika tidak berani bercita-cita menjadi pengusaha sukses kelas Nasional, buatlah cita-cita di bawahnya, menjadi pengusaha sukses kelas Propinsi, atau kelas Kabupaten. Yang penting jauh lebih besar dari kenyataan hidup anda sekarang, demi misi anda yang besar. Jika tidak berani bercita-cita menjadi ilmuwan tingkat Internasional, bercita-citalah menjadi ilmuwan tingkat Nasional, atau tingkat Propinsi atau tingkat Kabupaten. Yang penting cita-cita yang jauh lebih besar dari kenyataan hidup anda sekarang, demi misi anda yang besar.
Cita-cita besar tidak harus direalisasi sendirian, kita adalah bagian dari makhluk sosial. Kita bisa ambil bagian dari yang belum banyak dikerjaan orang, atau dari prioritas yang anda anggap paling perlu. Atau dari yang menurut anda paling anda kuasasi. Disitulah anda bisa berguna secara maksimal. Apakah harus jadi ketua atau orang nomor satu? Tidak. Kita bisa jadi wakilnya, atau Kepala bagian tertentu, atau bawahannya kepala bagian atau apapun yang penting kita bermanfaat untuk merealisasikan cita-cita besar. Anda akan menjadi bagian dari sebuah sistem yang punya tujuan besar,dengan demikian semoga kitapun sudah termasuk bermanfaat bagi orang banyak.
Dengan contoh umpan di atas semoga dalam membuat cita-cita besar tidak hawatir terjerumus dalam keserakahan, kesombongan, hedonisme atau cinta dunia, karena misinya sudah jelas. Setelah membuat cita-cita, laporkan pada Allah, yakinlah bahwa suatu ketika Allah akan merealisasikannya, lalu berjuanglah dan tawakallah kepadaNya. Semoga cita-cita mulia kita menjadi nyata, dan dengannya kita mendapatkan kemuliaan dunya wal aakhiroh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
emangnya kalo jadi kaya dan sudah bayar zakat serta sodaqoh, sisanya nggak boleh buat sendiri ya ???
ReplyDeleteMas Nanung Yang berbahagia. Terima kasih telah membaca satu dari artikel saya. Semoga manfaat.
ReplyDeleteHe he he ..... Tentu saja kita boleh menikmati apa yang kita peroleh untuk sekedar kebutuhan dan kesenangan dunia selama itu tidak menjauhkan kita dari Allah subhanahu wata'alaa. Seperti firman-Nya: Dan carilah pada apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah.... al-ayah(QS.AlQashas:77)
Namun bukan itu topik diskusinya, tulisan tersebut mendiskusikan bahwa banyak kalangan umat Islam yang terjebak dengan paradigma bahwa kaya harta itu menyebabkan orang jadi serakah, pelit, sombong, cinta dunia, dan lupa akhirat. Maka mereka memilih miskin saja atau paling cukuplah menjadi orang biasa2 saja, karena takut dengan sifat-sifat buruk yang akan mereka sandang kalau jadi kaya. Padahal di sisi lain kita butuh dana yang sangat besar untuk membangun peradaban Islam ini, tapi ummat Islam pada tidak mau kaya karena salah cara memandang harta atau kekayaan. Maka diperlukan motif akhirat dengan melalui dunia. Rasulullah telah bersabda dunia adalah ladang akhirat. Jadi tergantung kita mengelola ladang ini. Jika motif kita akhirat, kemudian dunia sebagai sarana, dan untuk mengelolanya disadari perlu dana besar maka kita tidak takut lagi menjadi kaya raya, karena kekayaan itu tidak menjerumuskan kita pada kekikiran tapi bahkan menjadi ladang amal untuk berjuang. Begitu Mas Nanung, Allahu a'lam.